Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keanekaragaman
seni dan budaya yang sangat kaya. Hal itu sejalan dengan keanekaragaman etnik,
suku bangsa, dan agama yang secara keseluruhan merupakan potensi nasional yang
perlu dilindungi. Kekayaan seni dan budaya itu merupakan salah satu sumber dari
karya intelektual yang dapat dan perlu dilindungi oleh undang-undang. Kekayaan
itu tidak semata-mata untuk seni dan budaya itu sendiri, tetapi dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan di bidang perdagangan dan industri
yang melibatkan para Penciptanya. Dengan demikian, kekayaan seni dan budaya
yang dilindungi itu dapat meningkatkan kesejahteraan tidak hanya bagi para
Penciptanya saja, tetapi juga bagi bangsa dan negara.
Indonesia telah ikut serta dalam pergaulan masyarakat dunia
dengan menjadi anggota dalam Agreement Establishing the World Trade
Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang
mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property
Rights (Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual),
selanjutnya disebut TRIPs, melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Selain
itu, Indonesia juga meratifikasi Berne Convention for the Protection of
Artistic and Literary Works (Konvensi Berne tentang Perlindungan Karya Seni dan
Sastra) melaluiKeputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan World Intellectual
Property Organization Copyrights Treaty (Perjanjian Hak Cipta WIPO),
selanjutnya disebut WCT, melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.
Saat ini Indonesia telah memiliki Undang-undang Nomor 6
Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997
yang selanjutnya disebut Undang-undang Hak Cipta. Walaupun perubahan itu telah
memuat beberapa penyesuaian pasal yang sesuai dengan TRIPs, namun masih
terdapat beberapa hal yang perlu disempurnakan untuk memberi perlindungan bagi
karya-karya intelektual di bidang Hak Cipta, termasuk upaya untuk memajukan
perkembangan karya intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya
tersebut di atas. Dari beberapa konvensi di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang
disebut di atas, masih terdapat beberapa ketentuan yang sudah sepatutnya
dimanfaatkan. Selain itu, kita perlu menegaskan dan memilah kedudukan Hak Cipta
di satu pihak dan Hak Terkait di lain pihak dalam rangka memberikan
perlindungan bagi karya intelektual yang bersangkutan secara lebih jelas. Dengan
memperhatikan hal-hal di atas dipandang perlu untuk mengganti Undang-undang Hak
Cipta dengan yang baru. Hal itu disadari karena kekayaan seni dan budaya, serta
pengembangan kemampuan intelektual masyarakat Indonesia memerlukan perlindungan
hukum yang memadai agar terdapat iklim persaingan usaha yang sehat yang
diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional.
Hak Cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak
moral (moral rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi
atas Ciptaan serta produk Hak Terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada
diri Pencipta atau Pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa
alasan apa pun, walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah dialihkan.
Perlindungan Hak Cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan
karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan
menunjukkan keaslian sebagai Ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan,
kreativitas, atau keahlian sehingga Ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau
didengar.
Undang-undang ini memuat beberapa ketentuan baru, antara
lain, mengenai:
- database merupakan salah satu Ciptaan yang dilindungi;
- penggunaan alat apa pun baik melalui kabel maupun tanpa kabel, termasuk media internet, untuk pemutaran produk-produk cakram optic (optical disc) melalui media audio, media audio visual dan/atau sarana telekomunikasi;
- penyelesaian sengketa oleh Pengadilan Niaga, arbitrase, atau alternatif penyelesaian sengketa;
- penetapan sementara pengadilan untuk mencegah kerugian lebih besar bagi Pemegang hak;
- batas waktu proses perkara perdata di bidang Hak Cipta dan Hak Terkait, baik di Pengadilan Niaga maupun di Mahkamah Agung;
- pencantuman hak informasi manajemen elektronik dan sarana kontrol teknologi;
- pencantuman mekanisme pengawasan dan perlindungan terhadap produk-produk yang menggunakan sarana produksi berteknologi tinggi;
- ancaman pidana atas pelanggaran Hak Terkait;
- ancaman pidana dan denda minimal;
- ancaman pidana terhadap perbanyakan penggunaan Program Komputer untuk kepentingan komersial secara tidak sah dan melawan hukum.
Contoh kasus :
Sekitar tahun 1450 di Jerman tercipta mesin cetak dengan sistem
tekan yang dapat menggandakan tulisan dan gambar dalam waktu yang relatif
singkat. Penemuan ini mendorong berkembangnya karya-karya tulis menjadi bentuk
buku dan dapat digandakan dalam jumlah banyak. Teknologi ini terus berkembang
dan membuat industri buku maju pesat. Namun seiringan dengan berkembangnya industry
buku, bermunculan juga penggandaan-penggandaan dan penjualan buku secara tidak
sah menurut hukum, yang kita sebut dengan pembajakan buku.
Berbagai perlindungan hukum untuk karya tulis (buku) terus
dibuat dan diperbaharui. Indonesia sendiri kini mengatur perlindungan terhadap
buku melalui Undang-Undang No. 19 Tentang Hak Cipta. Perlindungan Undang-Undang
Hak Cipta ini terhadap buku dapat dilihat pada Pasal 12 ayat (1) huruf a yang
menyebutkan buku sebagai salah satu ciptaan yang diatur dalam Undang-Undang
ini.
Sebagai salah satu ciptaan yang dilindungi maka buku
mendapat perlindungan hukum yang sama dengan ciptaan-ciptaan lainnya. Salah
satunya adalah mengenai penyelesaian sengketa, yaitu gugatan perdata melalui
Pengadilan Niaga, tuntutan pidana melalui Pengadilan Negeri dan melalui
arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS).
PT Gramedia, penerbit besar di Indonesia telah cukup lama
berkiprah dan juga sudah mengalami pembajakan atas buku-bukunya. Namun PT
Gramadia tidak menyelesaikan masalah pembajakan buku melalui jalur hukum karena
pada prakteknya pelaksanaan penyelesaian masalah pembajakan buku melalui jalur
hukum kurang efisien dan efektif.
Melihat permasalahan yang terjadi maka Penulis melakukan
penulisan skripsi ini dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif.
sumber : www.google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar