Telekomunikasi mempunyai
sifat yang berubah terus menerus, nyaris tidak bertepi dan mampu mengubah
tatanan wajah dunia, mengubah pola pikir manusia, memengaruhi perilaku dan
kehidupan umat manusia. Telekomunikasi saat ini sudah menjadi kebutuhan hidup
yang disejajarkan dengan hak asasi manusia.
Tujuh
tahun lalu telekomunikasi Indonesia memasuki sejarah baru. Lewat Undang-undang
Nomor 36/1999 tentang Telekomunikasi, sektor ini resmi menanggalkan privilege
monopolinya untuk segera bertransisi ke era kompetisi. Kompetitor baru pun
diundang masuk menjadi operator jaringan maupun jasa di sektor ini. Banyak
kalangan berlega hati menyambut lahirnya undang-undang telekomunikasi tersebut.
Apalagi tahun itu lahir juga Undang-undang Nomor 5/1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Namun
ternyata kompetisi telekomunikasi jauh panggang dari api. Muncul banyak pihak
meminta dibentuknya badan regulasi independen. Sebuah Badan Regulasi Mandiri
(IRB-Independent Regulatory Body) yang diharapkan dapat melindungi kepentingan
publik (pengguna telekomunikasi) dan mendukung serta melindungi kompetisi
bisnis telekomunikasi sehingga menjadi sehat, efisien dan menarik para
investor. Tanggal 11 Juli 2003 akhirnya pemerintah mengeluarkan Keputusan
Menteri Perhubungan No. 31/2003 tentang penetapan Badan Regulasi Telekomunikasi
Indonesia (BRTI). BRTI adalah terjemahan IRB versi pemerintah yang diharapkan
pada akhirnya menjadi suatu Badan Regulasi yang ideal.
Komentar
yang banyak muncul kemudian adalah pemerintah dianggap setengah hati karena
salah satu personel BRTI sekaligus menjadi Ketua adalah Dirjen Postel.
Kepmenhub No. 31/2003 tersebut [telah diubah dengan Peraturan Menteri Kominfo
No. 25/Per/M.Kominfo/11/2005 tentang Perubahan Pertama atas Keputusan Menteri
Perhubungan No. KM.31 tahun 2003 tentang Penetapan Badan Regulasi
Telekomunikasi Indonesia] juga tidak memberi wewenang eksekutor kepada BRTI.
Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. 67 Tahun 2003
tentang Tata Hubungan Kerja antara Departemen Perhubungan dengan Badan Regulasi
Telekomunikasi Indonesia sehingga dipertanyakan efektivitas BRTI dalam mengawal
kompetisi telekomunikasi.
Namun
terlepas dari polemik di atas, menjadi tugas bersama untuk mendorong agar BRTI
yang sudah terbentuk ini dapat bekerja maksimal sehingga dapat memacu
perkembangan industri telekomunikasi lewat iklim kompetisi, meningkatkan
efisiensi dan memproteksi kepentingan publik secara de facto dan de jure.
Fungsi
dan Wewenang
A.
Pengaturan, meliputi penyusunan dan penetapan ketentuan penyelenggaraan
jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi, yaitu :
1.
Perizinan penyelenggaraan jaringan
telekomunikasi dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi;
2.
Standar kinerja operasi;
3.
Standar kualitas layanan;
4.
Biaya interkoneksi;
5.
Standar alat dan perangkat
telekomunikasi.
B.
Pengawasan terhadap penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan
jasa telekomunikasi, yaitu :
1.
Kinerja operasi;
2.
Persaingan usaha;
3.
Penggunaan alat dan perangkat
telekomunikasi.
C.
Pengendalian terhadap penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan
penyelenggaraan jasa telekomunikasi, yaitu :
1.
Penyelesaian perselisihan antar
penyelenggara jaringan telekomunikasi dan penyelenggara jasa telekomunikasi;
2.
Penggunaan alat dan perangkat
telekomunikasi;
3.
Penerapan standar kualitas layanan.
Sesuai
KM. 67/2003
Fungsi
Pengaturan
·
Menyusun dan menetapkan ketentuan
tentang perizinan jaringan dan jasa telekomunikasi yang dikompetisikan sesuai
Kebijakan Menteri Perhubungan.
·
Menyusun dan menetapkan ketentuan
tentang standar kinerja operasi penggunaan jaringan dan jasa telekomunikasi.
·
Menyusun dan menetapkan ketentuan
tentang biaya interkoneksi.
·
Menyusun dan menetapkan ketentuan
tentang standardisasi alat dan perangkat telekomunikasi.
Fungsi
Pengawasan
·
Mengawasi kinerja operasi
penyelenggaraan jasa dan jaringan telekomunikasi yang dikompetisikan.
·
Mengawasi persaingan usaha
penyelenggaraan jasa dan jaringan telekomunikasi yang dikompetisikan.
·
Mengawasi penggunaan alat dan
perangkat penyelenggaraan jasa dan jaringan telekomunikasi yang dikompetisikan.
Fungsi
Pengendalian
·
Memfasilitasi penyelesaian
perselisihan.
·
Memantau penerapan standar kualitas
layanan.
Contoh kasus:
Pada pemilu 2004, saat pemilu multi partai kedua dan
pemilihan presiden langsung pertama kali di Indonesia ada sebuah perbincangan hangat,
yakni system teknologi informasi yang digunkana oleh Komisi Pemilihan Umum
(KPU).
Sistem TI sudah pasti akan menjadi sasaran kritik
pihak-pihak lain. Situs KPU yang digunakna untuk menampilkan data perhitungan
suara itu tidak hanya dikritisi, melainkan juga di jahili.
Pada awalnya KPU sangat sombong dengan system mereka, Mereka
menganggap system ini sangat aman. Hal ini mengundang ketertarikan para hacker
dan cracker untuk menguji system tersebut
Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 17 April 2004 dengan
target situs http://tnp.kpu.go.id, pelaku yang bernama Dani Firmansyah
merasakan adrenalinnya terangsang begitu cepat ketika mendengar pernyataan
Ketua Kelompok Kerja Teknologi Informasi KPU Chusnul Mar’iyah bahwa sistem
keamanan Situs KPU 99.99% aman dari serangan hacker. Maka pelaku pun memulai
serangannya ke situs KPU tersebut selama kurang lebih 5 hari hingga ia pun
berhasil men-deface tampilan situs KPU dengan mengganti nama-nama partai
peserta pemilu. Alur tindak kejahatannya di mulai dari “warnet warna” yang
berlokasi di Jogyakarta. Tersangka mencoba melakukan tes sistem security
kpu.go.id melalui XSS (Cross Site Scripting) dan Sistem SQL injection dengan
menggunakan IP Publik PT. Danareksa 202.158.10.***. Pada layer identifikasi
nampk keluar message risk dengan level low (ini artinya web site KPU tidak
dapat ditembus),
Pada 17 April 2004 jam 03.12.42 WIB, tersangka mencoba lagi
untuk menyerang server KPU dan berhasil menembus IP (tnp.kpu.go,id)
203.130.***.*** serta berhasil update tabel nama partai pada pukul 11.24.16.
sampai 11.34.27 WIB. Adapun teknik yang dipakai tersangka melalui teknik
spoofing (penyesatan) yaitu tersangka melakukan hacking dari IP 202.158.10.***
kemudian membuka IP proxy Anonimous (tanpa nama) Thailand 208.***.1. lalu masuk
ke IP (tnp.kpu.go.id) 203.130.***.*** dan berhasil merubah tampilan nama
partai.
Setelah kejadian tersebut tim penyelididik Satuan Cyber
Crime Krimsus Polda Metro Jaya yang di ketua oleh AKBP Pol Petrus R Golose
mulai melakukan pengecekan atas log file server KPU. Tim penyelidik melakukan
penyelidikan dengan cara membalik. “Bukan dari 208.***.1 (server di Thailand)
untuk mengetahui apakah pelaku mengakses IP 208.***.1. atau tidak.
Tidak sengaja tim perburuan bertemu dengan seseorang yang
kenal dengan Dani di internet ketika sedang chatting. Kemudian tim penyidik
menemukan salah satu IP address di log KPU, ada yang berasal dari PT.
Danareksa. Lalu belakangan diketahui bahwa seseorang yang diajak chatting
dengan polisi untuk mencari informasi tentang Dani tersebut adalah Fuad Nahdi
yang memiliki asal daerah yang sama dengan Dani, dan merupakan admin di Warna
Warnet. “Jadi nickname-nya mengarah ke Dani dan IP addres-nya mengarah ke
tempat kerjanya Dani. Dari hasil investigasi, keluar surat perintah penangkapan
atas Dani Firmansyah yang berhasil dibekuk di kantornya di Jakarta.
Ketiadaan undang-undang cyber di Indonesia membuat Dani
Firmansyah situs Tabulasi Nasional Pemilu milik KPU dijerat dengan pasal-pasal
UU No 36/1999 tentang Telekomunikasi. Ada tiga pasal yang menjerat adalah
sebagai berikut :
1. Dani Firmansyah, hacker situs KPU dinilai terbukti
melakukan tindak pidana yang melanggar pasal 22 huruf a, b, c, Pasal 38 dan
Pasal 50 UU No 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
2. Pada pasal 22 UU Telekomunikasi berbunyi :
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak,tidak
sah atau memanipulasi :
a. akses ke jaringan telekomunikasi; dan atau
b. akses ke jasa telekomunikasi; dan atau
c. akses ke jaringan telekomunikasi khusus.
3. Selain itu Dani Firmansyah juga dituduh melanggar pasal
38 Bagian ke-11 UU Telekomunikasi yang berbunyi “Setiap orang dilarang
melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik
terhadap penyelenggara telekomunikasi.” Internet sendiri dipandang sebagai
sebuah jasa telekomunikasi.
Internet dipandang sebagai sebuah jasa telekomunikasi dan
diatur di dalam Keputusan Menteri Perhubungan No 21 tahun 2001 tentang
Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi. Pada pasal 3 berbunyi bahwa
Penyelenggaraan jasa telekomunikasi terdiri atas :
a. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar;
b. Penyelenggaraan jasa nilai tambah telepon;
c. Penyelenggaraan jasa multimedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar